Masyarakat pedesaan Turki selalu menghadapi musim dingin dengan
penuh persiapan
Setiap anak SD di Turki pasti mengenal kisah “Ağustos Böceği ile Karınca”. Alkisah ada seekor jangkrik (Ağustos böceği, bahasa Inggris: Cicada) yang sepanjang musim panas kerjanya hanyalah bersenang-senang menabuh alat musik sambil bernyanyi. Sementara semut (karınca) dan keluarganya di saat yang sama bahu membahu mengumpulkan makanan untuk persediaan musim dingin.
Singkat cerita, musim dingin yang membekukan jiwa raga pun akhirnya tiba, Ağustos böceği merasa dingin dan lapar, sadar tak punya persediaan makanan, ia pun dengan malu mengetuk pintu keluarga Karınca untuk meminta belas kasih. Berhikmah kepada cerita Ağustos Böceği dan Karınca, masyarakat pedesaan Turki selalu menghadapi musim dingin dengan penuh persiapan. Bukan seperti penduduk perkotaan semacam Istanbul yang cukup berbekal uang, apapun bisa dibeli.
Di desa, keperluan hidup terutama makanan harus diproduksi sendiri. Selain karena tempat membeli kebutuhan cukup jauh dari rumah, penduduk desa juga sudah terbiasa swasembada, ada semacam kebanggaan memproduksi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Bahkan penduduk desa mampu men-supply anak-cucunya yang hidup di kota, dengan bahan makanan yang mereka produksi itu.
Makanan kering dan makanan yang diawetkan selalu dibuat dan disimpan dengan seksama di kamar penyimpanan. Demikian juga kayu bakar untuk tungku penghangat wajib diperbaharui stoknya ketika musim panas mulai berakhir.
Saya melihat sendiri keseharian masyarakat desa Çakallar Köyü, Kotamadya Alanya, Provinsi Antalya. Tangan-tangan kaum wanitanya tidak pernah berhenti bekerja. Sepulang bekerja dari ladang, ada saja pekerjaan yang digarapnya, dari mulai mengupas kacang sampai mengawetkan daun anggur untuk persediaan yaprak sarma (condiment dari daun anggur yang diisi beras berbumbu dan kemudian direbus).
Hasil Kebun yang Diawetkan
[Membelah cabai untuk kemudian dikeringkan dan dijadikan bahan biber salçası. Foto: Pribadi]
Segala macam hasil kebun sayur dan buah-buahan tak pernah dibiarkan membusuk lalu mubazir. Kol, wortel, cabe, semua diawetkan menjadi acar. Jeruk, tin, ayva (bhs. Inggris: quince), strawberry, dijadikan selai. Tak ketinggalan terong, cabe paprika besar, dikeringkan untuk nanti diisi dengan beras berbumbu guna dijadikan masakan dolma biber dan patlıcan dolması. Paprika besar, daun mint, oregano dan basil juga dikeringkan dan dihaluskan untuk bumbu masak.
Tomat dibuat pasta tomat, disebut salça, bumbu masak dasar untuk semua masakan Turki. Pernah menyantap İskender kebab? Saus merah diatasnya itu adalah salça. Cabe paprika merah juga diolah menjadi salça cabe, alias biber salçası. Kacang Almond dikumpulkan dan dikeluarkan dari kulit kerasnya. Demikian juga walnut. Kacang hazelnut yang mashur sebagai campuran Nutella itu sayangnya hanya ada di daerah Laut Hitam.
Buah tin dikeringkan, disebut gebik. Cara memakannya adalah, selembar buah tin kering diisi kacang almond, dimakan bersamaan. Enak sekali disantap sembari menonton televisi dan minum teh di hari-hari dingin berangin kencang.
Jangan lupakan zaitun, yang sangat penting kedudukannya baik sebagai minyak maupun buah zaitun yang sudah digarami dan siap menemani sarapan setiap pagi. Setiap penduduk rata-rata memiliki kebun zaitun dan kebutuhan mereka akan minyak terpenuhi dari situ. Sangat jarang mereka mengkonsumsi minyak jagung yang dijual massal di pasar dan toko-toko. Setiap keluarga juga memiliki metode pembuatan acar zaitun sendiri-sendiri yang mereka banggakan.
Bawang Bombay dan Kentang yang Esensial
Tiada masakan tanpa bawang bombay. Demikian juga tiada sarapan tanpa kentang goreng ataupun kentang rebus yang disajikan sebagai salad kentang. Kentang juga setia hadir di menu makanan utama dalam bentuk kentang pure, kentang dioven bersama ayam, sebagai pendamping köfte, dan entah apa lagi. Pendek kata, bawang dan kentang wajib hukumnya selalu ada di dapur keluarga. Seorang ibu rumah tangga bisa gundah gulana ketika kehabisan bawang bombay dan kentang. Oleh karenanya, di kamar penyimpanan makanan penduduk kampung laut Tengah selalu tersedia satu keranjang besar kentang dan bawang bombay hasil panen sendiri.
Memperbarui Simpanan Kayu Bakar dan Menyalakan Soba
[Soba di dataran tinggi Yayla. Foto: onedio.com]
Ketika sudah masuk bulan Oktober, hawa menjadi semakin dingin dan berangin kencang. Penduduk mulai mengumpulkan kozalak, yaitu bunga pinus, yang berguna sebagai bahan bakar semaver, alat pemasak teh bertungku mandiri.
Di suatu hari tertentu, anak beranak biasanya mengendarai mobil truk kecil yang disebut kamyonet, lengkap dengan alat-alat untuk menebang pohon. Tujuannya ke ladang sendiri, memotong ranting-ranting pohon, perdu yang batangnya keras, dan bahkan menebang pohon milik sendiri yang sudah tidak produktif.
Semua diangkut ke dalam bak kamyonet dan mungkin masih ditambah perjalanan menyusuri hutan pinus untuk memungut ranting dan atau membeli kayu bakar yang dijual oleh Departemen Kehutanan, yang biasanya disusun di pinggir jalan. Menebang pohon di hutan hukumnya yasak alias terlarang. Tapi Departemen Kehutanan memiliki penjualan sendiri untuk kayu bakar ke masyarakat. Kayu bakar ini disebut odun.
Sangat penting memiliki stok kayu bakar kering yang cukup guna menghadapi musim dingin. Karena menyalakan pemanas listrik tidaklah cukup untuk menghangatkan seluruh rumah. Terlebih pemanas ruangan yang disebut soba itu, juga bisa dipakai sebagai tungku memasak sekaligus oven juga untuk mematangkan masakan, memanggang kue, memanggang terong, cabe, dan kacang kestane (chestnut).
Setelah stok kayu bakar menumpuk manis di ahır (gudang/kandang keledai), maka soba pun mulai di install. Soba terdiri dari soba itu sendiri dan pipa-pipa penyalur asapnya yang kemudian dihubungkan ke sebuah lubang di dinding yang terhubung ke cerobong asap di atap (baza)untuk pembuangan asap sisa pembakarannya
Soba tidak dipasang sepanjang tahun, kira-kira hawa sudah menghangat, biasanya diakhir maret, soba dilepas dan dicuci kemudian dibungkus lagi dengan plastik tebal dan disimpan di sebuah sudut di ahır atau di kamar sepen, berkawan dengan keranjang kentang di sudut yang lain.
Bersih-bersih rumah dilakukan secara marathon, dengan mengangkat karpet dan mencucinya di ırmak (lubuk sungai), diangkut dengan kamyonet. Capek? Tentu saja, tapi jangan lupakan bersenang-senangnya juga, mandi-mandi di ırmak dan mangal (barbeque) sambil menunggu karpet kering di bebatuan. Ah, orang desa memang tak pernah absen dari keriaan sederhana yang paket lengkap, Mereka bisa gembira dengan hal-hal yang sederhana nan hemat.
Selanjutnya usta (ahli) cat juga dipanggil untuk mengecat ulang interior rumah yang menjadi kusam akibat asap soba yang tak ayal ada yang lolos diseputar pipa soba.
Membuat Persediaan Roti
[Membuat ekmek atau roti. Foto: Pribadi]
Makanan pokok mereka, roti, yang disebut ekmek, diproduksi sendiri pula. Rotinya bukan seperti roti buatan bakery, namun berbentuk lembaran yang sangat lebar dan sangat tipis, dibuat diatas wajan cekung yang disebut saç. Ekmek ini bisa disebut yufka juga. Namun bedanya ekmek orang Laut tengah ini dibuat kering dan crispy, bukan lembut dan lentur seperti yufka yang dijual di toko.
Pembuatannya sendiri sangat khas dan boleh dibilang festive sekali. Hari pembuatan ekmek tidak boleh bentrok dengan tetangga, berhubung tenaga tetangga juga diperlukan untuk membantu. Jadi biasanya saling janjian hari apa di si anu membuat ekmek.
Sebelumnya tepungnya harus siap dulu. Bisa 10 kg atau lebih sekali membuat. Tepung ini juga tidak didapat dari membeli di toko, melainkan dari gandum yang di panen di ladang sendiri, dan dikonvesi menjadi tepung di değirmen alias penggilingan tepung.
Bahan bakunya hanya tepung, garam, dan air. Itu saja. Tentunya sejumlah baskom plastik besar, dan tenaga yang kuat untuk menguleni sekian puluh kilo tepung. Gelin alias menantu perempuan biasanya yang bertugas menguleni. Gelin yang lain, kalau ada, akan menyalakan api unggun di luar rumah. Biasanya tempat membuat ekmek berupa patio yang sekelilingnya terbuka atau berdinding setengah. Jika hawa sudah masuk musim dingin, harus ditutup rapat dari arah angin bertiup karena akan mengganggu stabilnya api.
Adonan akan diistirahatkan sambil menyiapkan apa-apa yang perlu di sekeliling api unggun, yaitu yang pertama karpet tua untuk alas duduk para wanita selagi bekerja. Lalu dingklik untuk yang bertugas menjaga api sambil membalik adonan di wajan kwalik. Selanjutnya berbagai meja bulat kecil untuk menggiling adonan, penggilas adonan, sac alias wajan kwalik, secukupnya kayu bakar, semaver, yaitu alat untuk memasak teh dengan bahan bakar bunga pinus, plus tehnya, teko teh, gula, gelas-gelas, sendok, pisau, oven tray bulat besar,minyak zaitun, bawang Bombay, herba daun seperti mint, parsley, tomat, cabe. Lho untuk apa? Untuk treat sehabis membuat ekmek. Wow, semakin penasaran, kan?
Kerabat dan tetangga sekitar pukul 8 pagi akan datang memakai celemek masing-masing dan baju yang sudah tua, karena niatnya mau berkotor-kotor dengan adonan tepung. Langsung ke saung TKP, çardak dalam bahasa Turki, dimana api unggun sudah menyala berkat sepotong besar kayu yang dikelilingi ranting-ranting kering. Perlu dua orang wanita untuk mengangkat baskom raksasa berisi adonan ke lokasi.
Semua mengambil posisi sesuai keahliannya. Pekerjaan membuat ekmek ini adalah contoh kerja estafet yang mumpuni. Satu orang bersiap di dingklik dekat api, di tangannya ada ranting kecil untuk membalik roti. Satu orang membulat-bulatkan adonan, satu orang mengambil satu bulatan dan ditabur tepung diatasnya, lalu menggilasnya berkali-kali hingga ketipisan tertentu.
Adonan yang sudah tipis dioper ke orang yang lain untuk ditipiskan lebih lanjut hingga transparan tapi tidak sobek, akhirnya orang ini dengan keahlian yang teruji menempatkan adonan supertipis ini di wajan kwalik. Executioner disamping wajan akan mematangkan si adonan tipis secara merata dan membaliknya sekali, lalu meletakkannya di nampan besar.
Demikian seterusnya hingga ekmek terbentuk menjadi stack yang meninggi. Oh ya jangan lupa, semua kegiatan ini berlangsung dibumbui obrolan ringan nan renyah tiada henti, tanpa mengurangi kecepatan kerja tangan mereka yang sudah tingkat ahli.
Ekmek yang sudah meninggi akan diangkut ke dapur, ditempatkan dalam lemari khusus, ekmek dolabı, yang pintunya dari kawat halus. Gunanya supaya ekmek tidak lembab sehingga tetap awet.
Cara makannya bagaimana? Kan kering kerontang? Oh gampang saja, letakkan kain yang disebut sofra, lalu selembar ekmek, ciprati air minum secara merata, lalu letakkan selembar lagi dan ciprati lagi, biasanya maksimal 4 lembar dalam satu sofra. Lalu sofra ditutup dengan cara mengumpulkan keempat sisinya. Ekmek dalam keadan sudah diciprati air didiamkan selama 15 menitan.
Ketika sofra dibuka, ekmek sudah lentur dan lembut, siap dikonsumsi, tinggal dilipat saja dan dimasukkan ke dalam wadah bertutup yang disebut ekmek tenceresi. Rasanya? Bilenler bilir, katanya, artinya yang pernah merasakannya pasti tahu, enaknya ekmek dimakan dengan lauk pauk terutama kavurma alias daging oseng-oseng.
Lho mana feast-nya? Tenang, begitu adonan habis, biasanya tidak sampai pukul 11 pagi adonan sudah habis kok, maklum dikeroyok rame-rame. Sisa adonan akan dibuat börek, itu lho makanan khas Turki. Ah, tidak hanya Turki, daerah Balkan semua mengklaim Börek sebagai makanan khas-nya.
Pertama, isian böreknya harus diracik dulu. Bawang Bombay diiris halus dan ditumis sebentar, lalu dicampur irisan parsley, mint, dan keju putih buatan rumah. Lalu untuk kulit böreknya, sisa adonan digiling tipis, tapi tidak dimasak di wajan kwalik, melainkan diletakkan di oven tray bulat yang sudah di ulas minyak zaitun. Setiap lapisan ditaburi bahan isian, demikian seterusnya hingga 5 lapis. Lapisan teratas harus bahan kulit lagi, yang lalu dipulas dengan minyak zaitun lagi. Oven tray ini lalu di tutup dengan oven tray lain yang berukuran sedikit lebih besar, jadi pas menutup.
Setelah itu masuk oven? Oh, tidak, letakkan saja diatas bara api yang diserok dari dalam tunggku bekas memasak ekmek. Lalu sebagian bara api diletakkan diatas oven tray yang dijadikan tutup tadi. Prinsipnya jadi seperti oven dengan api atas-bawah. Tentu saja kondisi bara api harus dijaga supaya börek matang sempurna.
[Semaver atau alat pemasak çay. Foto: Pribadi]
Sementara itu teh alias çay dimasak di semaver. Prinsip semaver adalah memasak air panas. Sedangkan teh pekat-nya (demlik) diletakkan diatas “panci” air panas-nya itu. Semaver memiliki keran yang bisa diputar untuk mengeluarkan air panasnya.
Selama teh dimasak dan menunggu börek matang, tepsi alias baki besar untuk sajian pesta kita pun dipersiapkan. Gelas-gelas teh disusun dengan sendok teh di dalam gelas, gula teh dalam mangkok kecil, zaitun, irisan tomat, timun dan cabe segar serta lemon. Ketika aroma bawang sudah menguar dari oven jadi-jadian itu, seseorang akan memeriksa kematangan börek, dan kalau sudah dinyatakan matang atas-bawah, semua orang akan dipanggil termasuk kaum pria dan anak-anak. Yang kebetulan lewat juga jika berkenan bisa mencicipi 1 atau 2 potong börek renyah nan gurih ditemani segelas çay fresh from the semaver.
Asyik, ya! Itulah work hard-play hard a la masyarakat pedesaan Turki di Laut Tengah. Mereka bisa tetap bahagia dan merasa cukup tanpa adanya wifi kencang ataupun netflix.
Mandiri dan Tidak Tergantung dengan Toko
Pendek kata, masyarakat pedesaan Turki sangat berpantang dengan keadaan yang dinamakan “muhtaç” alias tergantung. Dalam artian tergantung kepada supply dari luar. Sedapat mungkin memproduksi apa-apa sendiri. Makanya tak heran hampir tidak ada toko di desa. Hanya ada satu atau dua dengan keadaan memprihatinkan, miskin barang jualan.
Lantas jika perlu sesuatu barang yang tidak bisa diproduksi sendiri darimana mereka mendapatkannya? itu bukanlah hal yang sulit. Toko berjalan, alias mobil van yang disulap menjadi toko, setia menyambangi dengan jadwal tertentu. Lengkap dengan speakernya untuk woro-woro.
Barang kebutuhan pecah-belah, tekstil, ikan, sayur-mayur, bakliyat (bebijian dan kacang-kacangan), kuruyemiş (buah-buah kering dan kacang-kacangan peneman minum teh) tak pernah absen. Untuk itu warung lokal susah bersaing. Karena mobil-mobil ini setia mengunjungi dan sabar memberi utangan.
Maka tulisan ini saya tutup dengan sebuah pepatah: “karıncadan ibret al, yazdan kışı karşılar”, yang artinya sama saja dengan “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian”.
Lia Yulianti
Salah satu anggota redaksi Turkish Spirit ini akrab disapa “Lia” atau “Teteh Lia”. Menekuni pekerjaan paruh waktu sebagai penerjemah untuk pariwisata. Menulis buku
Best of Turki (Elex Media Komputindo, 2014) bersama sabahabatnya, Dian Akbas. Salah satu tulisannya terangkum dalam buku
Kumpulan Cerpen Bilik Sastra Jilid 3 (RRI World Service-Voice of Indonesia, 2014). Korespondensi bisa melalui email: lia_oke2001@hotmail.com.