Polonezköy menjadi tempat favorit untuk berburu autumn leaves
[Taman Polonezköy Tabiat. Foto Dokumen Pribadi @Azizahra] |
Salah satu musim yang paling menarik hati saya setelah musim salju adalah musim gugur. Musim yang menjadi ‘jembatan’ antara musim panas ke musim dingin. Di musim ini udara sedikit demi sedikit berubah menjadi dingin dan hawa panas mulai menghilang seiring berjalannya hari.
Di Istanbul, Oktober telah berlalu dan November pun sudah hampir di penghujung bulan. Puncak musim gugur semakin terasa. Istanbul menjadi lebih dingin dan daun-daun mulai berguguran. Pohon-pohon pun tampak ranggas dan gundul tanpa helai-helai daun. Sebagai salah satu musim favorit tentu saya tidak ingin melewati momen ini begitu saja. Saya memutuskan untuk berburu autumn leaves, daun-daun kering yang menjadi ciri khas di musim gugur. Kali ini saya akan mencari autumn leaves istimewa di tempat favorit. Saya mulai browsing dengan kata kunci “Istanbul sonbahar gezilecek yerler” (tempat- tempat untuk dikunjungi ketika musim gugur di Istanbul). Kemudian muncul nama Polonezköy sebagai salah satu rekomendasinya.
Saya pun tertarik mencari infomasi lebih banyak lagi tentang Polonezköy. Dalam bahasa Turki kata “Polonez” berarti Polandia dan “Köy” berarti desa atau kampung. Jadi Polonezköy berarti Kampung Polandia. Saya semakin tertarik, kenapa ada kampung Polandia di İstanbul?
Dari informasi yang saya dapatkan, tempat ini merupakan sebuah desa Polandia yang dulunya bernama Adampol. Adampol sendiri diambil dari nama pendirinya yaitu Adam Czartoryski, seorang pemimpin pemerintahan kebangkitan nasional Polandia dan pemimpin partai imigrasi politik saat itu. Polonezöy didirikan pada tahun 1842. Gagasan untuk mendirikan desa ini muncul ketika Polandia diserang oleh negara-negara tetangga seperti Rusia, Austria dan Prussia pada tahun 1775. Pada saat itu Adam Czartoryski ingin membangun pusat imigrasi Polandia kedua di Turki (waktu Usmani) setelah Paris. Untuk menyampaikan maksud tersebut Adam Czatoryski mengirimkan wakilnya Michal Czajkowski untuk bertemu dengan wakil Kerajaan Usmani. Petemuan tersebut membuahkan hasil pada tahun 1850. Kerajaan Usmani memberikan izin kepada mereka untuk membuka lahan sebagai pusat imigrasi Polandia. Akhirnya Michal Czajkowski berganti nama menjadi Mehmed Sadık Paşa setelah memeluk agama Islam membeli sebuah lahan di Istanbul. Lahan tersebut dibelinya dari Pastor Lazarist, seorang pengelola sekolah Prancis sederajat SMA Saint Benoit. Lahan itu dulunya dikelola sebagai lahan pertanian.
Saat ini Polonezköy yang terletak di bagian Asia Istanbul, tepatnya di distrik Beykoz, berubah menjadi tempat wisata yang cukup populer di Istanbul. Dikarenakan daerahnya yang sangat teduh, dikelilingi banyak pohon pinus dan tanaman hijau lainnya, Polonezköy menjadi tempat favorit untuk berburu autumn leaves. Kita bisa duduk beralas daun-daun kering yang sangat cocok untuk dijadikan objek foto. Selain itu, tempat ini jauh dari hiruk pikuk kota Istanbul. Tempat setenang ini adalah pilihan yang tepat untuk melepas penat dari kebisingan kota atau berjarak sejenak dari tugas-tugas kuliah yang seabrek.
Polonezköy juga menjadi salah satu kampung terkenal di dunia. Saat ini ada sekitar 80 orang Polandia yang tinggal di sana. Walaupun jauh dari tanah airnya, mereka tetap menjaga budaya dan sejarahnya. Di sana tersedia pameran pahatan kayu Polandia, restoran-restoran yang menyediakan makanan khas Polandia dan ada beberapa objek sejarah-objek yang bisa dikunjungi.
Setelah puas berburu autumn leaves di Polonezköy, ada satu hal yang menjadi renungan saya tentang Turki, yaitu lahan hijau. Turki memang tidak banyak memiliki hutan luas dan lahan hijau seperti Indonesia tapi Negeri Dua Benua ini sangat menjaga dan menghargai hutan-hutannya dengan sedemikian rupa agar masyarakat tetap dapat merasakan kesegaran alam dan udara bersih. Sedangkan Indonesia yang dianugerahi lahan perhutanan luas dan hijau-hijauan yang membentang indah masih kurang kesadarannya untuk mempertahankan kelestarian hutan-hutannya. Masih ada banyak kasus illegal logging sampai permasalahan asap Sumatra yang tidak kunjung selesai tiap tahunnya.
Kita seharusnya malu dan segera memperbaiki diri. Setidaknya kita berkaca dari cerita keindahan Polonezköy yang masih terjaga di tengah hiruk pikuk kota metropolitan Istanbul. Mari kita mulai menjaga kelestarian alam ini. Karena bagaimanapun juga jika alam ini terjaga manusia juga akan menikmati manfaatnya.
Nabila Ghassani
Mahasiswa yang memiliki hobi travelling. Saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Marmara University, pada Jurusan Sejarah Politik Timur Tengah dan Hubungan Internasional. Instagram @nabilaghassani.
Mahasiswa yang memiliki hobi travelling. Saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Marmara University, pada Jurusan Sejarah Politik Timur Tengah dan Hubungan Internasional. Instagram @nabilaghassani.
EmoticonEmoticon