Jangan biarkan anak kita mati, aku tak punya kekuatan untuk bertahan
[Bersama Anak-Anaknya. Foto +aljezeera] |
Abdulwahab Özkan dan Emine Özkan adalah pasangan suami istri asal Diyarbakır yang telah kehilangan tujuh anaknya sejak 1986. Karena para dokter tidak berhasil mendiagnosa penyakit penyebab kematian anak-anaknya, tetangga-tetangganya menyebut kematian mereka karena kutukan ataupun gangguan jin. “Aku tak ingin kehilangan anakku yang kedelapan,” kata Abdulwahab Özkan. Kemudian ia membawa anaknya ke Istanbul. Ejder yang didiagnosa memiliki kerusakan ritme genetik menjalani operasi. Ayah Özkan, mengabarkan berita gembira kepada istrinya di Diyarbakır melalui telepon. Ejder akan tetap hidup….
Abdulwahab dan Emine Özkan merupakan pasangan yang menikah tahun 1985. Anak mereka yang pertama lahir pada 1986. Mereka memberi nama Suvar untuk anak pertamanya. Ketika menginjak umur 6 tahun, Suvar mulai mengalami gejala-gejala tak normal—mudah pingsan. Ayah Özkan kemudian menceritakan kejadian saat itu.
“Anakku setelah menginjak usia keenam mulai mudah pingsan. Sedikit saja dia lelah atau lari, langsung lemas. Kami membawanya ke dokter. Ketika kami sedang menunggu kabar mengenai penyakit apa yang diderita Suvar, ‘Semoga amalnya diterima di sisi-Nya, tabahkan hati Anda,’ kata dokter yang keluar dari ruangan. ‘Kematian tiba-tiba,’ kata mereka. Kami ambil jasad anak kami da kembali ke desa. Takdir, kataku.”
Kutukan
Ada yang bilang kejadian yang telah menimpa anak-anak pasangan Özkan adalah kutukan atau pun karena ulah jin. Mereka mencoba membawa anak-anak mereka yang lain ke orang pintar namun kesedihan mereka tetap berlanjut. Ibu Emine selain sedang bersedih karena kehilangan anaknya juga mencoba sekuat tenaga menjaga anak-anaknya yang lain.
“’Anak yang baik, pasti dia kena kutukan atau dia telah diganggu jin,’ kata orang-orang yang datang bertakziah setelah pemakaman anak kami. Ucapan mereka membuatku dirundung rasa takut. Aku tak mengizinkan mereka pergi sebelum membaca surat Alfalaq, Annas dan ayat kursi. Aku berusaha melindungi mereka. Namun aku tak bisa apa-apa.”
Mereka selalu pulang membawa jasad tak bernyawa anak-anaknya.
Enam Anak Mereka Meninggal Kemudian
Setelah meninggalnya Suvar pada tahun 1986, keluarga Özkan telah kehilangan enam anak mereka sampai dengan tahun 2009: Cemile (6 tahun), Sara (9 bulan), Mehmet Şirin(8 bulan), Recai(7 bulan), Remzi (5,5) dan Ahmet (6 tahun). Mereka meninggal setelah mengalami keluhan yang sama. Dari para dokter, mereka tak mendengar kata selain “kami sudah berusaha semampu kami”, “penyebab kematian tidak jelas”. Mereka selalu pulang membawa jasad tak bernyawa anak-anaknya.
Jangan Biarkan Ejder Mati
Anak ke delapan keluarga Özkan sedang sakit. Mereka tak bisa berbuat apa-apa. “Jangan biarkan anak kita mati, aku tak punya kekuatan untuk bertahan,” kata Emine Özkan. Menindaklanjuti keinginan istrinya itu, Abdulwahab Özkan membawa Ejder ke dokter dan menceritakan kondisi anaknya secara rinci.
“Mereka membawa Ejder dari sekolah, menurut mereka Ejder jatuh pingsan. Aku dan istriku saling tatap. Ia memegang lenganku, ‘jangan biarkan Ejder mati,’ kata dia. Aku tak berdaya, ketika aku membawanya ke dokter aku berpikir akan membawa jasadnya tanpa nyawa pulang. Hal itu terjadi pada tujuh anakku. Aku pergi ke dokter. ‘Pak dokter tolong saya, tujuh anak saya telah meninggal, selamatkan anakku ini. Mendengar hal itu dokter gugup. Ia mengambil grafik jantungnya dan mendengarkan ritmenya. ‘Masalah ini harus ditangani para ahli, bawalah dia ke Ankara atau Istanbul,’ perintahnya. Aku mencari tahu dan mengetahui bahwa di rumah sakit Universitas Medipol Istanbul ada dokter ahli tentang ini. Setelah aku meminjam uang dari kerabat dan tetangga aku pergi ke Istanbul.”
Ejder Menjalani Operasi
Para dokter yang memeriksa ritme detak jantung Ejder menemukan kelainan yang disebut Cpvt pada jantung Ejder. Cpvt merupakan kelainan ritme detak jantung yang bisa menyebabkan kematian. Seketika itu Ejder menjalani operasi. Abdulwahab kemudian menelepon istrinya.”Ejder tak akan mati,” ujarnya.
“Para dokter seketika mengoperasi Ejder. Mereka bersedih mengetahui aku telah kehilangan tujuh anakku. Mereka sangat memudahkanku. Aku anggota yeşil kart. Aku tak memiliki asuransi kesehatan satu pun. Ia menginap di rumah sakit selama 10 hari. Kemudian mereka mengizinkan pulang. Kami mengambil obat dan pulang. Sekarang ia sedang menggunakan obat. Ia juga dalam pengawasan dokter. Mereka mengatakan ini merupakan penyakit genetik. Sekarang kami memiliki lima anak, ketika pergi ke dokter kami mengatakan ada penyakit genetik dan menginginkan pencegahannya. Alhamdulillah kondisi mereka baik. Tujuh anak kami bisa saja tidak mati, namun dokter saja tak tahu penyebab kematian mereka, bagaimana bisa aku mengetahui penyebab kematiannya. Kami hanya bisa sebut ini sebagai takdir. Allah menghadiahkan Ejder untuk kami.
Kerusakan Ritme Detak Jantung adalah Urusan Para Ahli
Menurut Prof. Dr. Volkan Tuzcu Direktur Klinik Fisiologi Anak Rumah Sakit Universitas Medipol Istanbul, kerusakan ritme detak jantung adalah kasus yang perlu ditangani oleh para ahli dan Turki sangat kekurangan ahli dalam bidang ini.
“Cpvt adalah kerusakan ritme detak jantung yang bisa menyebabkan kematian mendadak. Ejder jatuh pingsan ketika kaget atau takut. Kami melakukan tes efor dan melakukan diagnosa. Terjadi operasi pemotongan saraf sempatik. Perawatan obat dimulai. Kami kembali melakukan tes efor dan kerusakan detak jantung yang berbahaya telah sirna, sekarang dalam pengawasan kami.
Penyebab Kematian Anak-anak tidak Diketahui
Prof. Dr. Volkan Tuzcu juga mengomentari para dokter yang mengatakan tidak tahu penyebab kematian anak-anak Özkan. “Walaupun dilakukan otopsi belum tentu penyebab kematian bisa diketahui.”
Diterjemahkan darai Aljazeera Turk, penulis Abdülkadir Konuksever oleh Hari Pebriantok.
Hari Pebriantok
Salah satu pendiri Turkish Spirit. Hari berasal dari Sragen, Jawa Tengah dan alumni jurusan Jurnalistik Selcuk University, Konya Turki. Menjadi penerjemah profesional Turki-Indonesia dan sebaliknya. Untuk korespondensi bisa dikontak via aku-akun media sosial di sini. Hari menyukai tulisan reportase, travel note dan sekaligus fotografi.
Salah satu pendiri Turkish Spirit. Hari berasal dari Sragen, Jawa Tengah dan alumni jurusan Jurnalistik Selcuk University, Konya Turki. Menjadi penerjemah profesional Turki-Indonesia dan sebaliknya. Untuk korespondensi bisa dikontak via aku-akun media sosial di sini. Hari menyukai tulisan reportase, travel note dan sekaligus fotografi.
EmoticonEmoticon