Ada upaya mutilasi terhadap nilai demokrasi itu sendiri
[Versi Cetak Jawa Pos, 9 Agustus 2016. Foto +Bernando J. Sujibto] |
Pelajaran penting di balik gagalnya kudeta 15 Juli kemarin adalah gelombang supremasi sipil yang menandai geliat demokrasi (vibrant democracy) Turki semakin kuat. Fakta tersebut tidak boleh dilalaikan dalam membaca politik Turki, khususnya pacakudeta. Bahkan, seperti disentil oleh beberapa aktivis dan kalangan prorakyat sipil, perjuangan rakyat Turki melawan upaya kudeta militer dengan cara-cara damai, memasang badan dan bertaruh nyawa demi demokrasi dan perdamaian, layak jika dipromosikan sebagai kandidat hadiah Nobel Perdamaian tahun ini.
Demokrasi Turki pascakudeta telah memasuki babak baru yang istimewa bagi saya. Perjumpaan lintas ideologi politik dan mempertemukan mereka ke dalam satu gerakan vatan nöbeti (menjaga negara) secara masif adalah kali pertama dalam sejarah Turki modern. Sebelumnya, sulit menemukan jutaan massa tumpah ruah ke jalanan dengan tanpa melihat identitas ideologi politik tertentu.
Pada tanggal 7 Agustus 2016 di Yenikapı Istanbul dihelat pertemuan akbar bertajuk "Demokrasi ve Şehitler Mitingi" (Pertemuan untuk Para Syahid dan Demokrasi). Pertemuan akbar dengan jutaan massa dari semua latar belakang ideologi politik tersebut menjustifikasi arah baru demokrasi Turki. Di samping itu, yang cukup menarik dan sekaligus istimewa dalam perspektif diversitas dukungan adalah hadirnya dukungan dari komunitas-komunitas minoritas seperti ketua Rabbi Yahudi İsak Haleva yang hadir di antara massa. Apa yang istimewa dari mobilisasi massa ini?
Pertama, saya melihat gerakan tersebut adalah resepsi puncak dari spirit perjuangan rakyat Turki demi menjaga negara mereka. Pertemuan akbar di Yenikapı menjadi sebuah honor meeting untuk menutup dan sekaligus berterima kasih kepada rakyat Turki, baik mereka yang tewas pada malam kudeta atau mereka yang hadir ke lapangan setelah malam-malam kudeta yang mengerikan itu.
Terkabul sudah keinginan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan untuk mempertemukan semua pemimpin partai oposisi ke dalam sebuah acara bersama terbuka di depan jutaan rakyat Turki yang hadir Minggu lalu. Di samping ketua partai penguasa Binali Yıldırım, di panggung berderat nama-nama besar seperti Kemal Kılıçdaroğlu (ketua CHP/Partai Rakyat Republikan) dan Devlet Bahçeli (Ketua MHP/Partai Gerakan Nasionalis).
Kedua, kebersamaan demi membela “negara”. Selain massa organisasi Hizbut Tahrir Turki yang sedikit jumlahnya karena posisinya tidak legal dan sekaligus menolak demokrasi, nasionalisme rakyat Turki dan kekuatan dukungan untuk menjaga demokrasi dengan jargon membela negara jelas tidak diragukan. Dalam konteks tersebut, mereka yang datang dari beragam latar belakang ideologi politik bisa bertemu pada satu titik: membela negara!
Jelas bahwa persaudaraan rakyat Turki—khususnya karena merasa sebagai sesama mayoritas Muslim—sangat menonjol. Misalnya, dalam tataran kehidupan rakyat sipil sehari-hari, persaudaran mereka sangat kuat dan kental, dengan melepas semua identitas ideologi pastinya. Tetapi, ketika bersinggungan dalam ranah ideologi partai politik, perbedaan mereka muncul sangat kentara. Intrik dan tensi kerap terjadi di situ. Tetapi, fenomena politis seperti itu tidak berlangsung berlarut-larut (apalagi sampai susah move on). Artinya, ada periode di mana kontes politik berlaga dan rakyat merayakan momentum tersebut dan ada pula saat di mana semua rakyat hidup tanpa intrik dan tipu daya politik.
Di samping itu, acara di Yenikapı dengan slogan misalnya Satu Bangsa Satu Hati dan Turki Bersatu harus dibaca sebagai bukti penegasian sekat-sekat konfrontatif ketika bertemu dalam satu titik: membela negara. Di samping itu, yang paling menonjol sebagai resepsi akbar atas pencapaian rakyat Turki adalah kekuatan sipil yang telah mengawal negara mereka terbebas dari ancaman percobaan kudeta militer.
Kudeta 15 Juli kemarin menandakan kegagalan penuh dari serangkaian operasi gelap kudeta militer yang sebelumnya pernah dirangkai untuk menjatuhkan Erdoğan dan pemerintahannya. Sebelumnya, rencana operasi kudeta militer pernah dilakukan oleh Ergenekon dan Balyos pada pada 2003-2004 (keduanya faksi kecil di militer).
Nasib HDP?
Tak boleh dilupakan bahwa HDP mempunyai konstituen dan mereka terpilih masuk ke DPR Turki dengan suara di atas 10% secara demokratis. Massa mereka juga bagian dari rakyat Turki!
Saya menyayangkan ketika ketua partai pro-Kurdi HDP (Partai Demokratik Rakyat) tidak diundang dalam acara di Yenikapı. Dalam jumpa pers sebelum acara, Erdoğan menegaskan bahwa Oraganisasi Teroris Fethullah Gulen (FETÖ) dan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) harus diposisikan di tempat yang beda. “Organisasi seperti itu tidak layak diundang. Jika diundang, saya tidak bisa menjelaskan kepada para syahid dan tentara yang tewas,” ujar Sang Presiden.
Faksi jamaah Gulen di militer yang satu per satu mulai mengakui keterlibatan mereka dalam kudeta layak ditempatkan sebagai musuh, seperti sudah menjadi suara masif rakyat Turki. Tetapi, melupakan HPD adalah pertanyaan besar bagi penguasa Turki itu sendiri. Tak boleh dilupakan bahwa HDP mempunyai konstituen dan mereka terpilih masuk ke DPR Turki dengan suara di atas 10% secara demokratis. Massa mereka juga bagian dari rakyat Turki!
Saya melihat ada upaya mutilasi terhadap nilai demokrasi itu sendiri. Pertemuan akbar ini mengusung jargon demokrasi tetapi kelompok yang terpilih secara demokratis tidak diperhitungkan sama sekali. Dalam opini saya, HDP secara resmi harus diundang agar berhadapan langsung dengan rakyat. Rakyat Turki secara mayoritas sudah tahu bahwa partai tersebut banyak bermanuver dengan PKK. Artinya, ketua HDP secara natural tidak akan nyaman di atas panggung di tengah olok-olok dan siulan rakyat mayoritas. Tetapi, menjegal mereka di tengah bangkitnya euforia demokrasi Turki justru tampak seperti menunjukkan authoritarian majority dengan kasatmata.
Dalam konteks ini saya tertarik dengan kritik halus Kılıçdaroğlu yang disampaikan dalam sesi pidato terbukanya di Yenikapı: “Seandainya tidak ada Republik (bisa dimaknai partainya atau sistem republik itu sendiri), Yang Terhormat Presiden Erdoğan pun tidak akan ada.” Pesan penting ketua partai CHP adalah untuk mengingatkan publik Turki bahwa aspek demokrasi tidak bisa dipisahkan dari sistem republik warisan Mustafa Kemal Ataturk itu sendiri.
Jika pertemuan terbuka di Yenikapı, Istanbul tersebut untuk menjunjung nilai-nilai demokrasi seperti digembar-gemburkan, ketidakhadiran HDP adalah kehilangan penting bagi demokrasi Turki itu sendiri!
Bernando J. Sujibto
Penulis dan Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi di Selcuk University, Konya Turki. Sedang merampungkan riset tesis tentang karya Orhan Pamuk. Follow Twitter @_bje.
Penulis dan Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi di Selcuk University, Konya Turki. Sedang merampungkan riset tesis tentang karya Orhan Pamuk. Follow Twitter @_bje.
1 komentar:
Write komentarIn almost all the countries of the world, the masses lack political consciousness. Cunning, erudite politicians take advantage of this shortcoming to confuse people and attain power. guarantor loans
ReplyEmoticonEmoticon