Surat menyurat antara Sultan Aceh dengan Sultan Imperium Usmani mengenai permintaan bantuan untuk melawan “orang-orang kafir” dari Portugis
[Lambang Imperium Usmani. Foto muhendisguncesi.com] |
Kontestasi antara Usmani dan Portugis menarik untuk dilihat.
Mereka memperebutkan Samudera Hindia dan wilayah-wilayah di sekitarnya karena
wilayah-wilayah seperti India, Malay, dan Sumatera merupakan sumber utama dan penting yang menghasilkan komoditas seperti lada, kayu manis, katun dll.
Datangnya Portugis telah mengacaukan kegiatan perdagangan antara
Asia Tenggara dengan wilayah-wilayah Arab di bawah Usmani. Para raja di Asia
Tenggara dan India, yang notabene beragama Islam, kemudian meminta
perlindungan dari Imperium Usmani dengan alasan-alasan seperti agama. Ini
pun semakin mempertajam perselisihan antara Islam dan Kristen pasca Perang
Salib, khususnya di wilayah Asia Tenggara. Berikut adalah surat menyurat antara
Sultan Aceh dengan Sultan Imperium Usmani mengenai permintaan bantuan untuk
melawan “orang-orang kafir” dari Portugis.
Surat Alaudin (Kerajaan Aceh) kepada Sultan Sulaiman Al Kanuni
(Turki Usmani), tanggal 7 Januari 1566
“Yang Mulia tolong sampaikan kepada kepada gubernur jenderal (Beylerbeyi) dari Mesir dan Yaman serta Bey dari Jeddah dan Aden bahwa kami bukanlah musuh anda, tetapi pelayan anda….jika anda mengirimkan angkatan laut dengan kelengkapan senjata dan meriam kemari, kami berjanji bahwa Portugis dapat dihancurkan. Penguasa di wilayah ini (Aceh) dan di India berharap mendapatkan perlindungan dari Portugis, tetapi kami meminta hanya pada anda. Yang mulia tolonglah untuk mengirimkan beberapa baschilikcha dan meriam yang dapat menghancurkan benteng. Yang mulia berikanlah komando kepada gubernur jenderal Mesir dan Yaman sebagaimana Bey dari Jeddah dan Aden yang mana, mereka seharusnya memberikan izin kepada orang-orang kami tanpa keterlambatan untuk memasuki wilayah pemerintahanmu, ketika orang-orang kami datang ke tempatmu. Pendahulu gubernur Gujarat, dengan nama Karamanoglu Abdurahman, adalah manusia penolong. Ketika anda mengirimkan Luthfi Bey kemari, dia mendapatkan beberapa kesulitan di Jeddah, karena dia tidak dapat menemukan kapal untuk melakukan perjalanan kemari. Dia adalah orang yang baik. Tolong berikan dia Provinsi Jeddah. Sejak kami menyukai Luthfi Bey dan pengikutnya, kami meminta kepada anda untuk mengirim mereka kembali kemari. Karena mereka adalah manusia-manusia yang sangat mengetahui wilayah kami dan India, dengan melihat dan mendengarkan situasi di wilayah-wilayah ini. Maukah anda memperingatkan orang-orang ini, yang anda kirim ke wilayah ini, untuk mematuhi perintah kami. Para pembuat meriam yang telah dikirim dari pusat ibukota Usmani datang ke wilayah ini dengan damai….Meminta juga beberapa pembuat benteng dan kapal bertalenta sebagaimana kuda yang dikirimkan ke wilayah ini. Pelayan dari istana ini (Aceh), Husein, dengan nama lain Bertete, dikirim ke Istanbul untuk tunduk kepada Istanamu yang agung.”
Surat di atas tidak sampai kepada Sultan Sulaiman karena Sulaiman
sedang melakukan ekspedisi melawan Hungaria. Surat ini kemudian dibalas oleh
penggantinya, yakni Sultan Selim II.
Surat balasan dari Sultan Selim II (Turki Usmani) kepada Sultan
Alaudin Shah (Aceh) tanggal 20 September 1567
“Laksamana dari Iskandariye (Alexandria), Kurtoglu Hizir Reis, telah diangkat untuk memimpin armada ini. Ini adalah perintahku untuknya bahwa ketika sampai di Aceh, tugasnya adalah menghancurkan musuh-musuhmu dan menaklukan benteng dari orang-orang kafir. Ini juga menyatakan bahwa laksamana, pembuat meriam ataukah para tentara, baik yang senior maupun junior, harus mematuhi perintahmu dan bekerja melayanimu berdasarkan perintah agama….Mereka yang menentang perintahmu akan dihukum oleh laksamana sendiri. Gaji-gaji tentara akan dibayar selama setahun oleh kami. Anda harus membutuhkan dokumen (temssuk) untuk mengembalikan pandai senjata kembali setelah mereka menyelesaikan pekerjaannya disana dan menginformasikan kepada kami melalui Mustafa Chavush. Untuk mereka yang tinggal disana, anda harus mematuhi perintah apapun yang saya keluarkan untuk ini. Ketika surat anda datang kemari, ayahku Sultan Sulaiman Han sedang berperang melawan orang-orang kafir dalam Perang Szigetvar di Hungaria. Setelah penaklukan benteng ini, beliau meninggal dunia dan saya menggantikan tugasnya. Saya memutuskan untuk bertempur melawan orang-orang kafir yang ada di sisi anda. Kami akan selalu mengirim tentara untuk anda dengan perintah untuk mengatasi musuh-musuh agama dan membersihkan mereka yang menyerang tanah-tanah milik muslim yang ada di sisi anda. Anda harus menginformasikan apapun dengan detail peristiwa-peristiwa yang terjadi di wilayahmu. Kapal-kapal sedang disiapkan. Ini akan dikirim setelah ini (kapal-kapal) diisi. Duta besarmu yang datang kemari melakukan tugasnya dengan baik ……”
Beberapa sumber dan sejarawan mengatakan bahwa bantuan dari
Selim II tidak pernah sampai ke Aceh. Seperti yang dikemukakan oleh sejarawan
Asia Tenggara, Anthony Reid, bahwa “Kurtoglu Hızır Reis and his fleet never
reached Aceh. But the importance the Acehnese give to the cannons, the flag,
and gunsmiths makes it reasonably certain that these at least were sent along
with some sort of imperial message. They probably reached Aceh during 1568 or
1569…”
Sumber: Makalah dari İsmail Hakkı Göksoy. “Ottoman-Aceh
Relations According to The Turkish Source” dalam First International Conference
of Aceh and Indian Ocean Studies yang diselenggarakan oleh Asia Research
Institute, National University of Singapore dan Rehabilitation and Construction
Executing Agency for Aceh and Nias (BRR), Banda Aceh, Indonesia. Halaman 6-7
Ditulis oleh Cakrawala Ruhum
EmoticonEmoticon