Di sana berdiri tegak sebuah Biara Putih (Ak Manastir) yang dibangun pada 327 M oleh Helena, ibu Constantine the Great, dalam sebuah perjalanan haji menuju Yerusalem.
[Para Peziarah Selfie Ria dalam Biara. Foto Didit Haryadi] |
Berangkat
dari sisa Dinasti Romawi Barat di Roma menuju tampuk kekuasaan Byzantium yang
baru gagah berdiri di Konstantinopel (Istanbul sekarang), rute perjalanan suci
mereka membelah tanah Anatolia, melewati desa Sille di dataran tinggi provinsi Konya
modern. Sille menjadi tempat ideal untuk istirah, berada di tengah-tengah perjalanan
panjang antara Roma (pusat) dan Konstantinopel ke Yerusalem.
[Interior dalam Biara. Foto +Turkish Spirit] |
Awalnya,
Sille tak lebih dari sekadar tempat pemberhentian untuk bermalam bagi para
peziarah. Namun dalam perkembanganya, biara, rumah-rumah hunian di bukit batu,
tempat mandi, dan barak pun dibangun untuk menandai sebuah peradaban kecil tepat
di tengah-tengah apitan dan lengkung bukit. Meskipun daerah ini sudah pernah
dihuni sejak zaman Neolithic sekitar tahun 6800 SM (terbukti dengan
ditemukannya situs baru bernama Çatalhöyük, ke arah tenggara dari pusat kota
Konya, berupa rumah-rumah hunian yang terbenam tanah, sekitar 40 km dari
Sille), jejak dan artefak sejarah yang tersisa dan bisa disaksikan secara langsung
dari peradaban Byzantium kembali direnovasi untuk tujuan wisata.
Di
sana berdiri tegak sebuah Biara Putih (Ak
Manastir) yang dibangun pada 327 M oleh Helena, ibu Constantine the Great,
dalam sebuah perjalanan haji menuju Yerusalem. Di dalam Ak Manastir yang
difungsikan menjadi museum itu, kita bisa menyaksikan dengan jelas
simbol-simbol kebesaran Romawi dan tulisan-tulisan Yunani.
Sejak
saat itu, mereka yang yang awalnya hanya mampir kemudian menjadikan Sille
sebagai tempat tinggal. Sille lalu menjadi perkampungan yang dihuni oleh
orang-orang Yunani Kristen hingga beranak-pinak pada abad-abad berikutnya.
[Rumah-Rumah Batu di Tebing Bukit. Foto +Turkish Spirit] |
Pada
masa kejayaan Imperium Saljuk di Anatolia abad 12, desa kecil ini terbina
sebagai cermin koeksistensi agama Islam-Kristen. Kedatangan Jalaluddin Rumi
(1207-1273) dari Afghanistan ke Anatolia, di Kota Konya sebagai pusat kekuasaan
Saljuk, berkontribusi terhadap perdamaian yang menakjubkan sebagai eksemplar
hubungan indah kedua agama.
Rumi,
melalui kekuasaan sultan di masa keemasan Imperium Saljuk, kemudian membangun
sebuah masjid kecil di sekitar biara, dan lalu meminta kepada warga Turki
Muslim untuk tidak menyakiti warga Yunani Kristen yang sudah berabad-abad
tinggal di Sille.
Namun
sayangnya, koeksistensi Islam dan Kristen yang terbina damai lebih dari 800
tahun ini akhirnya pecah pada 1922, di saat Imperium Usmani sudah lemah, mau
rontok dan perang terjadi di mana-mana. Akibatnya adalah pengusiran (penduduk
lokal Turki menyebutnya “pertukaran”) penduduk Sille Kristen agar kembali ke
negara asalnya Yunani. Sementara sebagian warga Turki Muslim di Yunani diminta
untuk kembali ke Sille. Hingga hari ini, bisa dipastikan tidak ada lagi warga
Kristen yang tinggal di Sille.
[Biara Tampak dari Luar. Foto +Turkish Spirit] |
Bila
Anda sempat bertandang ke Konya, menelusuri jejak-jejak peradaban Imperium
Saljuk (seperti masjid dan makam-makam para raja di Alladdin Tepesi tengah Kota
Konya), berziarah ke ulama besar seperti Maulana Jalaluddin Rumi, Shemsi
Tebriz, dan Sadr al-Din al-Qunawi, jangan melewatkan situs sejarah Sille, sekitar
8 km ke arah utara dari pusat kota.
Rute
ke Sille sudah sangat mudah dicapai dengan fasilitas bus kota milik pemerintah.
Bagi pelajar internasional di Konya, semua fasilitas transportasi publik milik
pemerintah digratiskan, seperti bus dan tramway. Bagi orang asing, biaya transportasi
pulang-pergi cukup 4 Lira (sekitar Rp 20 ribu) sudah bisa menjelajahi Sille
dengan puas.
Di
sekitar situs-situs sejarah di Sille, makanan khas Konya, hotel dan restoran
sudah tersedia. Mengunjungi Sille, seperti diakui oleh para pelancong, seperti
menyelam dalam sejarah, karena dari titik kecil itu kita akan menjumpai
rentetan sejarah panjang antar peradaban yang saling kelit-kelindan.
Di
Sille, selain Biara Putih yang sekarang sudah difungsikan menjadi museum dengan
artefak-artefak arkeologis seperti batu kuno dan tulisan-tulisan dengan huruf
Karamanli Turkish, kita akan menyaksikan kuburan-kuburan dari ribuan tahun
silam dan rumah-rumah di tebing bukit batu. Rumah-rumah hunian seperti itu
mengingatkan kita kepada banyak situs sejarah di tanah Anatolia, misalnya di
Cappadocia, Amasya dll. Berjalan ke puncak bukit, kita akan menemukan jembatan
tua yang bernama Jembatan Setan (Şeytan
Köprüsü). Di balik bukit, ada bendungan air (dam) yang dibangun oleh
pemerintah Konya untuk kebutuhan warganya. Di sepanjang tepian dam, warga lokal
ataupun pelancong bisa menikmati kesegaran angin dan suasana hening yang
syahdu.
[Jembatan Setan. Foto +Turkish Spirit] |
Jembatan
Setan menjadi penghubung dua pungguk bukit di lereng desa Sille. Gestur tanah
di Sille yang berbentuk seperti cekungan lembah, diapit di antara bukit-bukit,
membutuhkan jembatan. Nama unik Jembatan Setan yang hingga sekarang belum
terpecahkan makna sebenarnya ini melengkapi sensasi sejarah masa lalu Sille.
Tulisan ini sebelumnya dimuat di Okezone,com
Bernando J. Sujibto
Penulis dan Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi di Selcuk University, Konya Turki. Sedang merampungkan riset tesis tentang karya Orhan Pamuk. Follow Twitter @_bje.
EmoticonEmoticon