Awas Culture Shock di Turki!

14.43.00

Bagi kita yang bepergian atau pindah ke luar negeri harus selalu siap menghadapi berbagai macam kemungkinan culture shock di negara tujuan

[Sneijder dan Kuyt. Foto futbolkaravani.com]
Bagi penduduk asing yang baru pindah ke luar negeri harus selalu siap menghadapi berbagai macam kemungkinan culture shock di negara tujuan. Begitu pula bagi saya orang Indonesia yang hidup di Turki. Turki terkenal dengan rakyatnya yang ramah, sopan dan sangat menghormati orang yang lebih tua. Berbagai macam perbedaan budaya sangat galib ditemui di sini. Bahkan ada beberapa perbedaan di negara dua benua ini yang mengejutkan dan membuat salah paham bagi sebagian orang. 

Mau tahu apa saja kira-kira? Berikut beberapa perbedaan budaya yang saya jumpai di Turki.

Kuliner Turki
[Penjual Döner. Foto pinterest.com]
Kuliner Turki merupakan salah satu yang terkenal di dunia. Döner dan Kebap merupakan contohnya. Bahkan berbagai panganan Turki juga sudah merambah pasar kuliner di Indonesia. Tampilan dan penyajian kuliner Turki juga tak kalah menggoda. Akan tetapi pada suapan pertama Anda akan merasa makanan mereka sedikit kurang bumbu atau “hambar”. Anda pun masih penasaran dan walhasil di suapan kedua pun sama masih terasa hambar. Apakah lidah Anda yang salah? Atau memang rasa dari makanan yang Anda pesan begitu? Jawabannya, memang rasa makanan itu agak sedikit hambar bila dibandingkan dengan makanan Indonesia yang kaya akan bumbu. 

Di samping itu, tak seperti Indonesia yang menjadikan nasi sebagai kebutuhan makanan sehari-hari, Turki menggunakan roti sebagai kebutuhan makan sehari-hari. Bahkan jika mereka memakan nasi tetap saja di sampingnya terdapat roti.

Dalam hal minuman mereka mengkonsumsi teh dalam jumlah yang banyak. Bagi orang Turki çay (baca: cay) termasuk salah satu kebutuhan utama. Maka dari itu jika berkunjung ke Turki Anda bisa menemui warung teh di hampir semua tempat. Ayran juga menjadi minuman khas Turki yang tak kalah populernya dengan çay. Minuman ini adalah campuran yogurt, air dan garam. Ya, garam...

Perbedaan Lajur Kemudi
[Ilustrasi Lajur Kendaraan. Foto haber.star.com.tr]
Berbeda dengan Indonesia yang mengaplikasikan lajur kiri dengan pengemudi di sebelah kanan. Turki menerapkan lajur kanan dengan pengemudi di sebelah kiri. Perbedaan yang satu ini mungkin tak terlalu kentara efeknya. Namun tanpa disadari perbedaan yang satu ini berefek ketika kita akan menyebrang jalan. Hal ini berulang kali terjadi pada saya sendiri, ketika kita terbiasa menengok ke arah kanan atau kiri terlebih dahulu seperti itu juga refleks yang kemungkinan terjadi. Suatu hari ketika jalan yang tadinya kosong ketika saya melongok ke samping kanan dan melanjutkan jalan tiba-tiba ada mobil di belakang saya yang dikendarai ngebut dan mengklaksoni saya. Jadi, ketika Anda di Turki lebih hati-hati saat menyeberang jalan.

Budaya Jalan Kaki
[Foto teknosafari.com]
Penduduk negara yang terkenal dengan Masjid Biru-nya ini memiliki budaya berjalan kaki yang terlihat di mana-mana. Meskipun angkutan transportasi banyak tersedia di berbagai tempat, akan tetapi dalam beberapa situasi kita memang dipaksa harus jalan kaki karena angkutan kendaraan tersebut tidak dapat menjangkau ke tempat yang kita tuju. Trotoar yang luas tanpa pedagang kaki lima sangat mempengaruhi budaya jalan kaki ini.

Budaya  Mengambil Piring di Restoran 
[Foto goktepe.net]
Budaya mengambil piring di restoran? Maksudnya apa? Di Tanah Air, jika makan di sebuah restoran para pelayan di restoran itu tak akan menghampiri kita, apalagi mengambil piring bekas makan kita sebelum kita selesai makan dan pergi dengan sendirinya dari tempat tersebut. Karena di negara kita mengambil piring tersebut dapat diartikan “ayo cepat pergi” atau secara kasarnya berarti “mengusir”. Akan tetapi di Turki hal ini sangat lazim, bahkan para pelayan akan menunggu hingga saat makanan atau minuman kita habis. Ketika habis dengan cekatan mereka akan segera mengambilnya dari meja anda. Jangan kaget TSer! Kalian nggak diusir kok...

Membanting Pintu
[Foto gavinsadam.com]
Memang tidak semua orang akan menutup pintu dengan cara membantingnya. Tak setiap saat juga mereka membanting-banting pintu mereka. Tapi tak jarang orang-orang Turki menutup pintu secara keras hingga terkesan membantingnya. Di Indonesia saat orang membanting pintu berarti menunjukkan pertanda “marah” atau “tidak suka” dengan sesuatu. Tetapi di tanah Anatolia ini saat orang menutup pintu dengan cara membantingnya bukan berarti ia marah, bahkan perilaku ini tak memiliki arti apa-apa bagi mereka.

Tidak Menyaringkan Ucapan Amin Saat Salat
[Jamaah Salat di Halaman Masjid Selimiye Konya. Foto +Hari Pebriantok]
Bagi umat Islam jika sedang berada di tanah Al-Fatih ini mungkin ingin melakukan salat berjamaah di masjid-masjid lokal yang berdiri disana. Pada rakaat pertama setelah membaca Al-fatihaah mungkin karena terlalu senang dan semangat seperti ketika di Indonesia anda akan mengucapkan “amin” dengan lantang. Hingga Anda sadar sendiri bahwa hanya Anda yang mengucapkan kata “aamiin” tersebut. Sebagai penganut mazhab Hanafi, rakyat Turki tak menyaringkan ucapan amin saat salat. Jadi, disarankan untuk mengucap dengan nada kecil saja. Kalau tidak bisa-bisa dilihatin sama jamaah sebelah.

Jangan Panggil Saya Abla/Abi
[Foto health.liputan6.com]
Istilah panggilan akrab “kakak” untuk orang yang umurnya lebih tua meskipun satu tahun. Ketika berkenalan dengan orang Turki yang umurnya diatas saya, saya selalu refleks mengganti panggilan dengan istilah abla atau abi. Mereka langsung menegur saya seraya berkata “apakah aku terlihat setua itu? Jangan panggil aku dengan sebutan abla, aku merasa seperti teyze,” begitu ujar dia. Sebenarnya perilaku serupa juga sudah mulai booming di Indonesia terutama di daerah metropolitan. Tetapi secara umum Indonesia masih menerapkan panggilan “kakak” untuk orang-orang yang umurnya di atas dari si pembicara.

Bertanya Kepada Orang Asing dengan Bahasa Turki
[Foto Twitter.com]
Hal yang satu ini tak kalah menarik. Di Nusantara saat kita berpapasan dengan orang asing kita secara otomatis berpikir bahwa mereka tidak bisa bahasa Indonesia. Masyarakat kita terkadang dengan penuh penasaran ingin bertanya kepada orang asing tersebut atau sekedar hanya ingin menyapa mereka. Meski dalam kehidupan sehari-hari kita tak pernah menggunakan bahasa Inggris untuk berbicara. Pada saat berbicara dengan orang asing kita akan mencoba sebisa mungkin menggunakan bahasa inggris. Berbeda dengan orang Turki, mereka tahu kita orang asing tetapi mereka akan tetap menggunakan bahasa Turki. Terkadang mereka ingin tahu dari mana asal kita dengan bertanya Nerelisin sen? atau Türkçe biliyor musun? Namun saat mereka mengerti bahwa kita tidak bisa bahasa Turki mereka akan pergi dengan sendirinya. Meski ada sebagian kecil dari mereka yang bisa berbahasa Inggris. 

Sekian pembahasan kali ini tentang gambaran culture shock yang mungkin dialami oleh orang Indonesia saat di Turki. Namun perlu diingat juga bahwa culture shock yang dialami setiap orang yang pindah dari negara asalnya ke luar negeri akan selalu berbeda berdasar pribadi dan kebiasaan atau pola hidupnya.

***
Çay : Teh/Tea
Ayran:  Nama minuman khas Turki terbuat dari yogurt yang dicampur air dan garam 
Abla : Panggilan setara “kakak” untuk perempuan 
Abi : Panggilan setara “kakak” untuk laki-laki
Teyze : Tante/ Aunt 
Nerelisin sen?: Kamu orang mana 
Türkçe biliyor musun?: Apakah kamu tahu bahasa Turki?


Ilma Alya Nabila
Mahasiswi asal Bogor dan aktif menulis untuk blog pribadinya di sini. Saat ini sedang kuliah pada jurusan Sastra dan Bahasa Turki di Selçuk Üniversitesi, Konya, Turki.

Silahkan Baca Juga

Previous
Next Post »