Perguruan Tinggi Turki untuk Ilmu Pengetahuan

18.54.00

Catatan ini hanya ingin menyoroti bagaimana perguruan tinggi Turki menjadi bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan dengan standar global

[Universitas Istanbul. Foto +Genç Gazete]
Kamis siang (3/12/2015) dengan penerbangan Ettihad melalui Abu Dhabi saya menjejakkan kaki di Istanbul. Disambut dengan bendera Turki yang berwarna merah dengan bulan sabit putih. Walau bukan hari nasional tetap saja bendera berkibar sejauh mata memandang. Kota dengan sejarah panjang sejak Bizantium sampai ke Kemal Attaturk dan hari ini dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan. 

Tetapi uniknya, kebiasaan masyarakat Turki hanya memasang foto Attaturk, bukan foto presiden yang senantiasa berganti merupakan bagian dari tradisi mereka. Masing-masing punya cerita sendiri yang tidak dipandang dari soal salah dan benar. Catatan ini hanya ingin menyoroti bagaimana perguruan tinggi Turki menjadi bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan dengan standar global.
Salah satu model pengelolaan publikasi ilmiah dilakukan di Uludag University yang terletak di Bursa. Perjalanan dari Istanbul perlu dengan kapal fery dengan waktu tempuh tidak kurang dari 3 jam perjalanan. Walau jauh dari hiruk-pikuk ibukota Ankara dan juga kota bisnis Istanbul, tetap saja fasilitas kampus yang megah dan memudahkan untuk beraktifitas termasuk tentunya fasilitas internet yang sama baiknya dengan seluruh wilayah Turki lainnya. Bahkan kelompok kecil peneliti di bidang pendidikan mengelola sebuah jurnal dengan indeks Scopus. 

Sementara ini, ketua penyunting jurnal tersebut yang dipimpin Prof. Salih Cepni mengajukan ke Thomson untuk diindeks. Ini menunjukkan bahwa prakarsa dan inisiatif untuk turut mengembangkan ilmu pengetahuan tidak lagi dibatasi oleh sekat birokrasi dan administrasi. Dinding-dinding fakultas dan universitas bukan lagi menjadi penghalang untuk tumbuhkembang kerjasama lintas institusi.

Di wilayah lain, Iksehir University, sekelompok dosen juga membentuk kluster untuk bersama-sama menjalankan penelitian dengan berbagi literatur, demikian pula saling berbagi keterampilan dan informasi publikasi. Dosen-dosen muda diajak dan dibimbing untuk bersama-sama belajar dan mengasah kemampuan. Termasuk berupaya untuk membangun sebuah jurnal yang bereputasi, hasilnya sudah ada satu jurnal yang terindeks Scopus dan sementara tiga lainnya sudah terindeks DOAJ. Kelompok dosen ini lintas jurusan, tidak mendapatkan dukungan pendanaan dari fakultas. Hanya saja mereka memiliki dana penelitian individual yang cukup untuk bekerja bersama dan dilakukan dengan berkelompok. Hasilnya, hasil penelitian yang senantiasa memberikan sumbangsih bagi kemutakhiran dan kemajuan ilmu pengetahuan.


Begitu juga di Trabzon yang berada di ujung Timur Turki. Sebuah lembaga penelitian yang mengkhususkan kajian pada bidang kelautan dan perikanan. Dengan bekerjasama lembaga yang berada di Jepang, mereka senantiasa berkomunikasi dan melaksanakan konferensi secara bergiliran dengan dana yang ditanggung masing-masing lembaga. Bahkan beberapa di antaranya datang dengan dana pribadi. Semua peserta datang dengan hasil penelitian terbaru. Kemudian hasil konferensi tersebut disunting dan diterbitkan ke dalam jurnal. Walhasil, sejak 2010 mereka sudah berusaha untuk memenuhi kriteria Thomson untuk diindeks. Mereka bahkan tidak sampai dalam lima tahun pengelolaan jurnal sudah memperoleh indeks Scopus.


Tiga lembaga ini melaksanakan kegiatan dengan model yang berbeda. Namun satu hal yang sama, mereka senantiasa berorientasi pada pengelolaan jurnal yang bereputasi. Standar yang digunakan, minimal terbitan berkala ilmiah dengan dindeks Scopus. Proses transformasi jurnal dari cetak ke dalam jaringan sudah dilakukan sejak 2010. Tubitak, lembaga penelitian yang berpusat di Ankara dan langsung bertanggungjawab ke Presiden Erdogan, menjadi fasilitator. Hasilnya 2015 ini sudah tercatat 390.874 paper yang dipublikasikan. Penelitian dan publikasi ilmiah menjadi bagian dari nadi lembaga termasuk mendorong perguruan tinggi untuk mulai membudayakan tradisi yang sama.


Kemajuan lembaga tidak lagi diukur dengan jarak dengan ibukota. Uludag, Iksehir, dan Trabzon ketiganya sangat jauh dari Ankara. Walaupun demikian, tidaklah memiliki fasilitas yang berbeda dengan universitas yang ada di Ankara dan Istanbul. Bahkan standar nasional pendidikan tinggi yang ditetapkan pemerintah, berlaku untuk semua, tidak dilakukan dengan kepentingan para politisi semata. Perguruan tinggi maju secara bersama-sama dengan ukuran yang sama, capaian yang sama, dan dengan dukungan yang sama pula.

Satu hal lagi, identitas universitas dan jurusan tidak lagi penting. Mereka kemudian mengedepankan kolaborasi sehingga tujuan bersama adalah pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan pola pikir yang sama, lebih mudah untuk bersama-sama. Walaupun menggunakan pola yang berbeda, tetap saja mereka menjalankan perbedaan itu dengan berusaha untuk mecapai tujuan yang sama, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan melalui budaya penelitian dan publikasi.

Sumber tulisan metrotvnews.com, 5 Desember 2015


Ismail Suardi Wekke
Dosen pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong. Peneliti di Pusat Studi Pendidikan Asia Tenggara, Universitas Kanjuruhan Malang dan Fungsionaris Masika ICMI Papua Barat. Mengisi seminar internasional di sejumlah negara.

Silahkan Baca Juga

Previous
Next Post »