Daya Tahan Turki terhadap Pengeboman

03.44.00

Pengeboman target sipil biasanya dituduhkan ke ekstremis asing, termasuk ISIS. Tujuannya, membuat Turki tidak stabil sehingga kelompok ekstrem bisa lebih eksis

[Amasya, Salah Satu Kota Terbaik di Turki. Foto @kucukoteller.com.tr]
TURKI pernah membanggakan diri sebagai pulau stabilitas di Timur Tengah. Di tengah pergolakan tetangga-tetangga Arabnya, bangsa Turki memang relatif stabil. Ekonominya juga pesat sejak rezim Recep Tayyip Erdogan memerintah per 2003. Capaian itu menjadikan popularitas Erdogan moncer secara internasional, termasuk di Indonesia.

Namun, dengan lima serangan bom sejak Januari lalu, pulau stabilitas itu kini terguncang. Tahun sebelumnya, Ankara, ibu kota Turki, juga diguncang bom bunuh diri yang bengis. Empat serangan lain terjadi selama 2015 di Istanbul, kota terbesar Turki yang jadi pusat kebudayaan, turisme, dan perdagangan.

Dua dari lima serangan bom sejak Januari mempunyai dua ciri yang berbeda. Bom bunuh diri di kawasan Istiklal (Istanbul Asia) pada Sabtu lalu (19/3) dan di Sultanahmet (Istanbul Eropa) pada Januari lalu menyasar kawasan turis. Sementara itu, tiga pengeboman lain (dua di Ankara, satu di Cinar, Diyarbakir, provinsi mayoritas Kurdi di Turki Tenggara) menyasar simbol-simbol pemerintahan (polisi, tentara).

Pengeboman target sipil biasanya dituduhkan ke ekstremis asing, termasuk ISIS. Tujuannya, membuat Turki tidak stabil sehingga kelompok ekstrem bisa lebih eksis. Ekstremisme memang berhabitat di kawasan yang kacau. Erdogan memang keras memerangi ISIS, Al Qaeda, serta ekstremis-ekstremis Timur Tengah.

Biasanya Turki mendukung NATO atau Barat dalam serangan terhadap mereka. Namun, di sisi lain, Turki turut mengupayakan Presiden Syria Bashar Al Assad turun dari pemerintahan. Faktor Sunni Turki dan Assad yang Syiah turut memanaskan suasana.

Kalau targetnya simbol pemerintahan, pelaku diasosiasikan kepada kelompok-kelompok separatis Kurdistan. Kelompok yang mengupayakan kemerdekaan di wilayah Turki Tenggara (termasuk beririsan dengan wilayah Iraq dan Syria) itu kini menguat lantaran pergolakan di perbatasan Turki, Syria, dan Iraq.

Separatis Kurdi terus mendapat angin karena instabilitas yang kian ruwet di Syria. Iraq juga sedang lemah oleh rentetan kekacauan tak berkesudahan setelah Iraq diagresi dan Saddam digantung Bush Junior.

Syria sangat ruwet. Itu terjadi seiring pemberontakan untuk menjatuhkan Bashar. Pemain liar, seperti ISIS, yang ingin menyikat Bashar sekaligus punya aspirasi negara lintas perbatasan Syria-Iraq ikut memperkeruh suasana. Terjadi pertempuran multiarah.

Kekacauan di Syria (juga Iraq) itu jelas membuat Turki menderita. Sekitar 2 juta pengungsi Syria kini membanjiri negeri Erdogan.

Di tengah suasana seperti itu, Turki tak bisa menutup perbatasan. Selain sulit dan mahal secara teknis, juga bisa mengesankan situasi genting. Hal tersebut akan menghancurkan sumber pendapatan dari turisme. Sebagai negeri yang sekujur wilayahnya peninggalan banyak peradaban besar (Yunani, Romawi, Kristen, Islam), Turki sangat menarik perhatian turis. Turki yang berpenduduk 70 juta jiwa setiap tahun dikunjungi 20 juta–40 juta turis.

Tentu saja hal tersebut menyerap tenaga kerja dan sumber pendapatan yang sangat besar.

Kelihatan gamblang tujuan pengeboman itu mengacaukan stabilitas dan menakut-nakuti turis agar ekonomi Turki guncang. Apalagi, tempat wisata tersebut titik wisata paling ramai di Istanbul, di kompleks Masjid Biru dan Hagia Sophia. Itu seperti Kuta-nya Pulau Bali.

Pengeboman di kawasan Istiklal kemarin juga menyasar lokasi turisme. Bisa diduga, hal tersebut dilakukan kelompok ekstremis yang berafiliasi dengan geng asing seperti ISIS. Geng seperti itu tak peduli citra dan prospek pengakuan internasional untuk mendirikan negara.

Pengeboman di Ankara pada 10 Oktober 2015 menjadi contoh betapa konflik di Turki menjadi ruwet karena instabilitas di negeri-negeri tetangganya. Pengeboman di luar stasiun kereta Ankara itu menewaskan 103 orang.

Pengeboman tersebut tentu saja sulit dituduhkan kepada kelompokkelompok separatis Kurdi (gerakan kemerdekaan Kurdi terpecah ke dalam banyak organisasi). Mereka turut menjadi korban secara tidak langsung.

Sejak Juni 2015 setidaknya ISIS dikaitkan dengan empat pengeboman di Turki. ISIS juga memasukkan kelompok separatis Kurdi sebagai musuh. Sebab, wilayah yang ingin dimerdekakan kelompok Kurdi juga diklaim sebagai wilayah yang ingin dibebaskan ISIS.

Saat partai pro-Kurdi, Partai Rakyat Demokratik (HDP), berpawai di Diyarbakir pada Juni 2015, bom meledak dan menewaskan empat orang.Ruwetbenarpetakonflikdisana. Sampai kapan Turki bisa mempertahankan citra stabilitasnya di tengah hantu guncangan bom itu? Sejauh ini turis masih membanjir ke Turki. Bahkan, sebulan setelah pengeboman di Diyarbakir tersebut, jumlah turis yang masuk ke Turki mencapai rekor: 5,48 juta. Rerata kedatangan turis per bulan 1,6 juta dalam 1993–2016.

Secara politis, pemerintahan Erdogan juga masih populer. Kemakmuran hampir 14 tahun menjadikan pemerintahannya sulit digulingkan oposan. Meski perolehan suara pemilu turun naik, tetap dominan.

Namun, gangguan keamanan itu lama-kelamaan bisa meredupkan Turki bila tak kunjung ada solusi komprehensif. Repotnya penyelesaian tersebut tak hanya berada di dalam negeri Turki (separatisme), tetapi bergantung pula hasil pertikaian segi tiga di negeri tetangga terdekat: rezim Bashar Assad di Syria versus ISIS versus pemberontak anti-Bashar (ditambah campur tangan superpower dunia). Entah sampai kapan kolam tetangga yang telanjur keruh itu kembali bening. 

Versi cetak diambil dari Jawa Pos, 21 Maret 2016


Rohman Budijanto
Penulis adalah wartawan Jawa Pos (email: roy@jpip.or.id), menulis buku "Santri Eropa: Perjalanan 4.000 Kilometer di Daratan Turki dan Siprus".

Silahkan Baca Juga

Previous
Next Post »